Kamis, 09 Maret 2017

Tafsir_TENTANG MANUSIA (Surat Hud Ayat 61 dan Luqman ayat 20)



TENTANG MANUSIA
(Surat Hud Ayat 61 dan Luqman ayat 20)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu : Aang Kunaepi

logo uin.jpg

Disusun oleh:
Fita Wahyu Rosyidah (1403026070)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015


 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril. Di dalam Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang syariat islam saja, akan tetapi tentang ilmu-ilmu pengetahuan juga banyak. Salah satunya adalah asal mula pembentukan manusia dijelaskan dalam al-Qur’an. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini. Makalah ini akan mengurai ayat tentang kejadian manusia.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana tafsir surat Hud ayat 61?
b.      Bagaimana tafsir surat Luqman ayat 20?












BAB II
PEMBAHASAN

A.                Tafsir Surat Hud ayat 61
* 4n<Î)ur yŠqßJrO öNèd%s{r& $[sÎ=»|¹ 4 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#rßç6ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçŽöxî ( uqèd Nä.r't±Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# óOä.tyJ÷ètGó$#ur $pkŽÏù çnrãÏÿøótFó$$sù ¢OèO (#þqç/qè? Ïmøs9Î) 4 ¨bÎ) În1u Ò=ƒÌs% Ò=ÅgC ÇÏÊÈ  
61. dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
[726] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
            Ayat di atas menceritakan kisah tentang Nabi Shalih dan kaumnya. Allah berfirman : Dan kami juga telah mengutus kepada Tsamud saudara seketurunan mereka yaitu Shaleh. Pesan pertama yang beliau sampaikan kepada kaumnya adalah, Shaleh berkata : “Hai kaumku sembahlah Allah Tuhan yang Maha Esa, sekali-kali tidak ada bagi kamu satu Tuhan pun yang memelihara kamu dan menguasai seluruh makhluk, selain Dia. Dia telah menciptakan kamu pertama kali dari bumi yakni tanah dan menjadikan kamu berpotensi memakmurkannya atau memerintahkan kamu memakmurkannya. Memang dalam memakmurknnya atau dalam keberadaan kamu dibumi disertai dengan hadirnya setan, kamu dapat melakukan pelanggaran, karena itu mohonlah ampunan-Nya,  dengan menyesali kesalahan-kesalahan kamu yang terdahulu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, dengan meninggalkan kedurhakaan dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa datang, niscaya kamu memperoleh rahmat-Nya. Sesungguhnya tuhankunamat dekat rahmaat-Nya, sehingga seseorang tidak harus berpayah-payah untuk pergi jauh meraihnya lagi Maha Memperkenankan doa serta harapan siapa yang berdoa dan mengharap dengan tulus.[1]
            Kaum tsamud merupakan salah satu suku bangsa Arab terbesar yang telah punah. Mereka adalah keturunan Tsamud Ibnu Jatsar, Ibnu Iram Ibnu Sam, Ibnu Nuh. Dengan demikian silsilah keturunan mereka bertemu dengan ‘Ad pada kakek yang sama yaitu Iram. Mereka bermukim di satu wilayah bernama al-Hijr yaitu satu daerah di Hijaz (Saudi Arabia sekarang). Ia juga dikenal sampai sekarang Madain Shaleh. Kaum Tsamud pada mulanya menarik pelajaran berharga dari pengalaman buruk kaum ‘Ad, karena itu mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada masa itulah mereka pun berhasil membangun peradaban yang cukup megah tetapi keberhasilan itu menjadikan mereka lengah sehingga mereka kembali menyembah berhala serupa dengan berhala yang disembah kaum ‘Ad. Ketika itulah Allah swt. Mengutus Nabi Shaleh as, mengingatkan mereka agar tidak mempersekutukan Allah swt, tetapi tuntunan dan peringatan dan peringatan beliau tidak disambut baik oleh mayoritas kaum Tsamud.
            Dalam kitab tafsir jalalain disebutkan :
(و) أرسلنا (الى ثمود أخاهم) من القبيلة (صالحا قال يا قوم اعبدوا الله) وحده (مالكم من اله غيره هو انشأكم) ابتد أخلقكم (من الارض) بخلق أبيكم ادم منها (واستعمركم فيها) جعلكم عمارا تسكنون بها (فاستغفروه) من الشرك (ثم توبوا) ارجعوا (اليه) بالطاعة (ان ربي قريب) من خلقه بعلمه (مجيب) لمن ساله
            (هو انشأكم من الارض) “Dialah yang menciptakan kamu dari bumi.” Bukanlah berhala, atau patung atau makhluk yang lain itu yang menciptakan kamu dari tidak ada kepada ada, melainkan Allah itulah yang menciptakan kamu dari bumi. Nenek moyangmu Nabi Adam itu digeligakan dari tanah. Kemudian turun-turunan beliau, kita ini, keluar dari saringan darah, yaitu mani laki-laki dan mani perempuan bercampur jadi satu, tersimpan dalam rahim perempuan, 40 hari bernama nuthfah (sperma), 40 hari lagi bernama ‘alaqah (uterus) dan 40 hari pula bernama mudhghah (gumpalan daging), kemudian beransur bertubuh, berlengkap dengan daging, tulang dan darah. Dan semuanya itu terjadi daripada bumi jua adanya. Sebagaimana kita ketahui, di dalam tumbuh-tumbuhan di bumi ini tersimpan calori, berbagai ragam vitamin, mineral dan hormon. Menurut ahli gizi, bahan makanan seluruhnya itu berasal dari tumbuh-tumbuhan, dari zat besi, zat tembaga, zat putih telur dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu dari bumi. Lantaran itu dapat kita simpulkan bahwa bukan Nabi Adam saja yang langsung dijadikan dari tanah, bahkan kita anak-cucu Adam ini pun tidaklah akan lahir jadi manusia, kalau bahannya tidak dari bumi juga.[2]
            (واستعمركم فيها) Dan Allah menjadikan kalian orang-orang yang memakmurkan tanah itu. Artinya, bahwa kaum Nabi shalih itu ada yang menjadi petani, pengrajin, dan ada pula tukang batu.
Kesimpulannya : Sesungguhnya Allah-lah yang telah menciptakan bentuk kejadian kalian, dan menganugerahkan kepadamu sarana-sarana kemakmuran dan kenikmatan di atas bumi. Maka, tidaklah takut kamu menyembah Allah, karena Allah-lah yang berjasa dan memberi anugerah kepada kalian. Oleh karena itu, bersyukur kepada-Nya adalah kewajibanmu dengan cara beribadah kepada-Nya semata-mata dengan ikhlas.[3]
(فاستغفروا ثم توبوا اليه) “Karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertaubatlah kepada-Nya” dapat juga merupakan isyarat bahwa dalam membangun, tidak jarang terjadi kesalahan dan pelanggaran, namun hal tersebut kiranya dapat diampuni Allah jika yang bersangkutan memohon ampunan-Nya. Ketika Allah swt, menyampaikan kepada para malaikat rencana-Nya menciptakan khalifah di bumi, para malaikat yang bertanya : Apakah Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ...?”. pertanyaan ini tidak dijawab Allah dengan mengiyakan atau menafikan tetapi dengan menyatakan “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui” (QS. Al-Baqarah [2]: 30-31). Tidak mengiyakan dan tidak menafikan itu agaknya sebagai isyarat bahwa bisa saja terjadi pengrusakan, akibat membangun bumi karena adanya kekurangan manusia, tetapi itu dapat ditoleransi selama tujuannya baik dan yang bersangkutan selalu memohon ampun dan mengharap rahmat-Nya.[4]
Di sini terdapat dua tingkat kesadaran diri akan kesalahan. Mulanya sadar bahwa perbuatan itu memang salah, lalu memohon ampun. Tetapi yang dimintakan ampun adalah kesalahan cabang saja. Mohon ampun dari kesalahan cabang belumlah berarti, sebelum sikap jiwa itu dirubah sama sekali. Timbul berbagai ragam kesalahan, ialah karena pokok utamanya telah terlanggar, yaitu mempersekutukan yang lain dengan Allah. Kesalahan yang ini tidaklah cukup dengan minta ampun saja, bahkan mesti minta taubat. Sebab syirik adalah urat-tunggang dari sekalian dosa. Taubat artinya kembali. Yaitu kembali kepada jalan yang benar.
Kata قريب itu mengisyaratkan bahwa tidak perlu berteriak mengeraskan suara ketika berdoa, sebagaimana firman Allah :
(#qãã÷Š$# öNä3­/u %YæŽ|Øn@ ºpuŠøÿäzur 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúïÏtF÷èßJø9$# ÇÎÎÈ  
55. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[549].
Kata (مجيب) terambil dari kata (أجاب). Kata Mujib adalah pelaku jawaban itu/yang menjawab. Sementara ulama berpendapat bahwa kata ini pada mulanya berarti memotong seakan-akan yang memperkenankan permohonan, memotong permohonan dan menghentikannya dengan jalan mengabulkan, demikian juga yang menjawab pertanyaan, memotong pertanyaan dengan jawabannya. Kata ini hanya ditemukan sekali dalam al-Qur’an yaitu pada ayat ini, dan sekali juga dalam bentuk jamak mujibun (QS. ash-Shaffat [37]: 75).
Allah Mujib menurut Imam Ghazali adalah Dia yang menyambut permintaan para peminta dengan memberikan bantuan, doa yang berdoa dengan mengabulkannya, permohonan yang terpaksa dengan kecukupan bahkan memberi sebelum dimintai dan melimpahkan anugerah sebelum dimohonkan. Ini hanya dapat dilakukan oleh Allah, karena hanya Dia yang mengetahui  kebutuhan dan hajat setiap makhluk sebelum permohonan mereka.[5]
B.                Tafsir Surat Luqman ayat 20
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ Ÿwur Wèd Ÿwur 5=»tGÏ. 9ŽÏZB ÇËÉÈ  
20. tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
            Wahai hamba-hamba Allah, apakah kalian tidak memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang, planet, awan, dan sebagainya yang ada di langit bagi kalian? Allah juga menundukkan hewan, tumbuh-tumbuhan, air dan lain sebagainya yang ada di permulaan bumi untuk kalian. Selain itu, Dia meliputi kalian dengan berbagai pertolongan-Nya yang besar dan nikmat-Nya yang banyak, seperti kedamaian, kesehatan, keturunan, harta, dan keamanaan serta nikmat lahir pada anggota badan dan nikmat batin pada hati dan akal.[6]
            Dengan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang ini sinar matahari pun telah dapat diambil faedahnya buat memasak. Bertambah tinggi kecerdasan manusia, sehingga ruang angkasa telah dapat pula diambil faedahnya untuk terbang jauh, penghubung yang lebih cepat di zaman sekarang di antara benua dan benua, sehingga dunia sudah dapat dikelilingi dalam dua hari. Dan bumi sendiri pun telah banyak diambil faedahnya, dia pun ditundukkan Tuhan kepada manusia. Padahal manusia hanya penumpang di bumi. Alat penundukkan itulah yang dianugerahkan Tuhan yaitu akal. Dengan akal manusia menyelidiki rahasia alam sampai manusia tahu. Itulah ilmu. Timbullah teknik, timbullah alat-alat hasil fikiran manusia yang menakjubkan.
            Kesimpulan, sesungguhnya Allah swt. telah mengingatkan makhluk-Nya kepada semua apa yang dapat dijadikan sebagai nikmat oleh mereka di dunia dan di akhirat. Untuk itu Dia menundukkan buat mereka semua apa yang ada di langit dan semua apa yang ada di bumi; dan Dia telah menyempurnakan semua nikmat-Nya baik yang lahir maupun yang batin, maka Dia mengutus rasul-rasul, dan menurunkan kitab-kitab serta melenyapkan semua kekeliruan dan hal-hal yang tidak benar.
            Telah diriwayatkan, bahwasanya Nabi saw. telah bersabda kepada Ibnu Abbas ra. yang telah bertanya kepadanya tentang ayat ini:
الظاهرة : الاسلام وما حسن من خلقك, والباطنة : ما ستر عليك من سيء عملك.
            Azh-Zhahirah, artinya Islamdan semua yang baik dari akhlakmu. Al-Bathinah, artinya, semua apa yang diampuni darimu berupa amal burukmu.
            Menurut pendapat yang lain mengatakan,  bahwa nikmat yang lahir itu ialah kesehatan dan kesempurnaan akhlak, sedangkan nikmat yang batin ialah pengetahuan dan akal. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi mengatakan, bahwa nikmat yang lahir ialah semua nikmat yang dapat terlihat oleh mata, seperti harta benda, kedudukan, keindahan, dan mendapat taufik untuk mengerjakan ketaatan. Sedangkan nikmat yang batin ialah, pengetahuan tentang Allah yang terdapat di dalam diri seseorang; keyakinan yang baik, dan apa yang dapat dijadikan oleh seorang hamba untuk menolak malapetaka dan musibah dari dirinya.
            Dalam kitab Tafsir Jalalain disebutkan :
(ألم تروا) تعلموا يا مخاطبين (أن الله سخر لكم ما في السماوات) من الشمس والقمر والنجوم لتنتفعوا بها (وما في الارض) من الثمار والانهار والدواب (وأسبغ) أوسع وأتم (عليكم نعمه ظاهرة) وهى حسن الصورة وتسوية الاعضاء وغير دلك (وباطنة) هي المعرفة وغيرها (ومن الناس) أى أهل مكة (من يجادل في الله بغيرعلم ولاهدى) من رسول (ولا كتاب منير) أنزله الله بل بالتقليد
            Kata (أسبغ) terambil dari kata (سبغ) yang pada mulanya berarti sempurna dan luas. Yang dimaksud di sini adalah nikmat-nikmat yang pada hakikatnya sangat luas mencukupi bahkan melimpah melebihi apa yang dibutuhkan manusia, jika mereka mau menggunakannya secara adil dan benar. Memang, boleh jadi kini terasa bahawa nikamt Allah terbatas, tetapi sebab utamanya adalah kepincangan distribusinya serta penggunaanya secara tidak benar.[7]
            Terdapat perbedaan qira’at dalam membaca ayat  وباطنة  عليكم نعمه ظاهرة وأسبغ “Dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” Sebagian ahli qira’at Makkah dan mayoritas ahli qira’at Kufah membaca نعمة وأسبغ dalam bentuk tunggal. Menurut meraka, maknanya adalah Islam, atau kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah.
            Mayoritas ahli qira’at Madinah dan Basrah membaca نعمه  dalam bentuk jamak. Menurut mereka, makna ayat ini adalah berbagai karunia Allah yang ada di kangit dan di bumi, yang telah dia tundukkan bagi para hamba-Nya. Mereka berdalil atas ke-shahih-an qira’at ini dengan firman Allah, شاكرا لأنعمه “(Lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah.” (QS. An-Nahl [16]: 121). Mereka berkata, “Ini adalah karunia Allah dalam bentuk jamak.”
            Kedua qira’at ini telah masyhur dibaca oleh para ahli qira’at di berbagai negeri, dan maknanya pun saling mendekati. Itu karena adakalanya nikmat Allah mengandung makna tunggal dan jamak, dan terkadang pula dalam bentuk jamak terkadung makna tunggal. Allah berfirman, Ÿ !$ydqÝÁøtéB w «!$# |MyJ÷èÏR (#rãès? bÎ)ur  “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (QS. Ibrahim [14]: 34) sebagaimana diketahui bersama bahwa maksud ayat ini bukanlah satu nikmat. Dalam ayat lain Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 121. Allah menyebutnya dalam bentuk jamak.  Oleh sebab iu, kedua qira’at tersebut sama-sama benar.[8]
            (ومن الناس من يجادل في الله بغيرعلم ولاهدى ولا كتاب منير) masih ada segolongan manusia yang membantah tentang keesaan Allah dari sifat-sifat-Nya, seperti An-Nadhr ibnu ‘I-Harits dan Ubay ibnu Khalaf. Keduanya membantah Nabi saw. tentang hal tersebut tanpa pengetahuan yang masuk di akal dan tanpa pegangan dari hujjah yang benar, serta tanpa Kitab yang diturunkan, yang mengukuhkan kebenaran dari apa yang mereka duga.
            Selanjutnya Allah menjelaskan, bahwa orang-orang seperti mereka sudah tidak dapat diharapkan lagi untuk mau beriman, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang kebodohan mereka telah mencapai puncaknya; mereka menyerah bulat-bulat taklid dan sama sekali tidak mau memakai dalil, sekalipun dalil itu nampak terang dan jelas di mata mereka. Untuk itu Allah berfirman :
وإذا قيل لهم اتبعوا ماأنزل الله قالوا بل نتبع ماوجدنا عليه آباءنا
            Apabila dikatakan kepada orang-orang yang membantah lagi ingkar kepada keesaan Allah itu, ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Rasul-rasul-Nya berupa syari’at. Maka mereka tidak dapat menemukan jawaban selain dari perkataan mereka, yaitu, Sesungguhnya kami mengikuti agama yang kami temukan bapak-bapak kami menjalankannya, karena mereka adalah orang-orang yang memiliki kebenaran dan agama yang benar.
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
a.       Surat Hud ayat 61 menerangkan tentang kisah Nabi Shalih dan kaumnya, dan ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari bumi.
b.      Surat Luqman ayat 20 menjelaskan tentang betapa besarnya nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, Allah telah menundukkan semua perkara yang ada di langit maupun di bumi.
B.     Saran
      Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, pemakalah menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat pemakalah harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.















DAFTAR PUSTAKA

Al-Kamil, Syaikh Naharir. Tanpa Tahun. Tafsir Ruhul Bayan. Jakarta: Darul Fikr
Al-Mahalli , Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr As-Syuyuti. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Bandung: Syarkatul Ma’arif
Al-Maragi ,Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al-Maragi juz 12. Semarang: PT. Karya Toha Putra
                                                       . Tafsir Al-Maragi juz 22, Semarang: PT. Karya Toha Putra
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. 2009. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam
Hamka.1993. Tafsir Al-Azhar jilid 8. Singapura: Pustaka Nasional
Tim Qisthi Press, 2008. At tafsiru al-Muyassaru. Jakarta: Qisthi Press



[1] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 7, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.278
[2] Prof Dr Hamka, Tafsir Al Azhar, (jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), Cet I, hlm.82
[3] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar. Lc., Drs. Hery Noer aly, dan K. Ansori Umar Sitanggal dari “Tafsir Al-Maragi:, Juz 12, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), Cet. II
[4] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 7, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.279
[5] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 7, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.280                                                     
[6] Tim Qisthi Press,Tafsir al-Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm.376-377
[7] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 11, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.143
[8] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, diterjemahkan oleh Ahsan Askan, yusuf Hamdani dan Abdush-Shamad, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm.781