TENTANG MANUSIA
(Surat Hud Ayat 61 dan Luqman ayat 20)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu : Aang Kunaepi

Disusun oleh:
Fita Wahyu Rosyidah (1403026070)
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dengan perantara malaikat Jibril. Di dalam Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan
tentang syariat islam saja, akan tetapi tentang ilmu-ilmu pengetahuan juga
banyak. Salah satunya adalah asal mula pembentukan manusia dijelaskan dalam
al-Qur’an. Manusia
adalah makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini. Makalah ini akan mengurai ayat tentang kejadian manusia.
B. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana tafsir surat Hud ayat 61?
b. Bagaimana
tafsir surat Luqman ayat 20?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tafsir Surat Hud ayat 61
* 4n<Î)ur yqßJrO öNèd%s{r& $[sÎ=»|¹ 4 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç6ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçöxî ( uqèd Nä.r't±Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# óOä.tyJ÷ètGó$#ur $pkÏù çnrãÏÿøótFó$$sù ¢OèO (#þqç/qè? Ïmøs9Î) 4 ¨bÎ) În1u Ò=Ìs% Ò=ÅgC ÇÏÊÈ
61. dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan
(doa hamba-Nya)."
[726] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai
dan memakmurkan dunia.
Ayat
di atas menceritakan kisah tentang Nabi Shalih dan kaumnya. Allah berfirman : Dan
kami juga telah mengutus kepada Tsamud saudara seketurunan mereka
yaitu Shaleh. Pesan pertama yang beliau sampaikan kepada kaumnya adalah,
Shaleh berkata : “Hai kaumku sembahlah Allah Tuhan yang Maha Esa, sekali-kali
tidak ada bagi kamu satu Tuhan pun yang memelihara kamu dan
menguasai seluruh makhluk, selain Dia. Dia telah menciptakan kamu
pertama kali dari bumi yakni tanah dan menjadikan kamu berpotensi
memakmurkannya atau memerintahkan kamu memakmurkannya. Memang dalam
memakmurknnya atau dalam keberadaan kamu dibumi disertai dengan hadirnya setan,
kamu dapat melakukan pelanggaran, karena itu mohonlah ampunan-Nya, dengan menyesali kesalahan-kesalahan kamu yang
terdahulu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, dengan meninggalkan
kedurhakaan dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa datang, niscaya kamu
memperoleh rahmat-Nya. Sesungguhnya tuhankunamat dekat rahmaat-Nya,
sehingga seseorang tidak harus berpayah-payah untuk pergi jauh meraihnya lagi
Maha Memperkenankan doa serta harapan siapa yang berdoa dan mengharap
dengan tulus.[1]
Kaum
tsamud merupakan salah satu suku bangsa Arab terbesar yang telah punah. Mereka
adalah keturunan Tsamud Ibnu Jatsar, Ibnu Iram Ibnu Sam, Ibnu Nuh. Dengan
demikian silsilah keturunan mereka bertemu dengan ‘Ad pada kakek yang sama
yaitu Iram. Mereka bermukim di satu wilayah bernama al-Hijr yaitu satu
daerah di Hijaz (Saudi Arabia sekarang). Ia juga dikenal sampai sekarang Madain
Shaleh. Kaum Tsamud pada mulanya menarik pelajaran berharga dari pengalaman
buruk kaum ‘Ad, karena itu mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada masa
itulah mereka pun berhasil membangun peradaban yang cukup megah tetapi
keberhasilan itu menjadikan mereka lengah sehingga mereka kembali menyembah
berhala serupa dengan berhala yang disembah kaum ‘Ad. Ketika itulah Allah swt.
Mengutus Nabi Shaleh as, mengingatkan mereka agar tidak mempersekutukan Allah
swt, tetapi tuntunan dan peringatan dan peringatan beliau tidak disambut baik
oleh mayoritas kaum Tsamud.
Dalam
kitab tafsir jalalain disebutkan :
(و) أرسلنا (الى
ثمود أخاهم) من القبيلة (صالحا قال يا قوم اعبدوا الله) وحده (مالكم من اله غيره
هو انشأكم) ابتد أخلقكم (من الارض) بخلق أبيكم ادم منها (واستعمركم فيها) جعلكم
عمارا تسكنون بها (فاستغفروه) من الشرك (ثم توبوا) ارجعوا (اليه) بالطاعة (ان ربي
قريب) من خلقه بعلمه (مجيب) لمن ساله
(هو انشأكم من الارض) “Dialah
yang menciptakan kamu dari bumi.” Bukanlah berhala, atau patung atau
makhluk yang lain itu yang menciptakan kamu dari tidak ada kepada ada,
melainkan Allah itulah yang menciptakan kamu dari bumi. Nenek moyangmu Nabi
Adam itu digeligakan dari tanah. Kemudian turun-turunan beliau, kita ini,
keluar dari saringan darah, yaitu mani laki-laki dan mani perempuan bercampur jadi
satu, tersimpan dalam rahim perempuan, 40 hari bernama nuthfah (sperma), 40
hari lagi bernama ‘alaqah (uterus) dan 40 hari pula bernama mudhghah (gumpalan
daging), kemudian beransur bertubuh, berlengkap dengan daging, tulang dan
darah. Dan semuanya itu terjadi daripada bumi jua adanya. Sebagaimana kita
ketahui, di dalam tumbuh-tumbuhan di bumi ini tersimpan calori, berbagai ragam
vitamin, mineral dan hormon. Menurut ahli gizi, bahan makanan seluruhnya itu
berasal dari tumbuh-tumbuhan, dari zat besi, zat tembaga, zat putih telur dan
lain sebagainya, yang kesemuanya itu dari bumi. Lantaran itu dapat kita
simpulkan bahwa bukan Nabi Adam saja yang langsung dijadikan dari tanah, bahkan
kita anak-cucu Adam ini pun tidaklah akan lahir jadi manusia, kalau bahannya
tidak dari bumi juga.[2]
(واستعمركم فيها)
Dan Allah menjadikan kalian orang-orang yang memakmurkan tanah itu. Artinya,
bahwa kaum Nabi shalih itu ada yang menjadi petani, pengrajin, dan ada pula
tukang batu.
Kesimpulannya : Sesungguhnya Allah-lah yang telah
menciptakan bentuk kejadian kalian, dan menganugerahkan kepadamu sarana-sarana
kemakmuran dan kenikmatan di atas bumi. Maka, tidaklah takut kamu menyembah
Allah, karena Allah-lah yang berjasa dan memberi anugerah kepada kalian. Oleh
karena itu, bersyukur kepada-Nya adalah kewajibanmu dengan cara beribadah
kepada-Nya semata-mata dengan ikhlas.[3]
(فاستغفروا ثم توبوا اليه) “Karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian
bertaubatlah kepada-Nya” dapat juga merupakan isyarat bahwa dalam membangun, tidak jarang terjadi
kesalahan dan pelanggaran, namun hal tersebut kiranya dapat diampuni Allah jika
yang bersangkutan memohon ampunan-Nya. Ketika Allah swt, menyampaikan kepada
para malaikat rencana-Nya menciptakan khalifah di bumi, para malaikat yang
bertanya : Apakah Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi siapa yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ...?”. pertanyaan ini
tidak dijawab Allah dengan mengiyakan atau menafikan tetapi dengan menyatakan “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui” (QS. Al-Baqarah [2]:
30-31). Tidak mengiyakan dan tidak menafikan itu agaknya sebagai isyarat bahwa
bisa saja terjadi pengrusakan, akibat membangun bumi karena adanya kekurangan
manusia, tetapi itu dapat ditoleransi selama tujuannya baik dan yang
bersangkutan selalu memohon ampun dan mengharap rahmat-Nya.[4]
Di sini terdapat dua tingkat kesadaran diri
akan kesalahan. Mulanya sadar bahwa perbuatan itu memang salah, lalu memohon
ampun. Tetapi yang dimintakan ampun adalah kesalahan cabang saja. Mohon ampun
dari kesalahan cabang belumlah berarti, sebelum sikap jiwa itu dirubah sama
sekali. Timbul berbagai ragam kesalahan, ialah karena pokok utamanya telah
terlanggar, yaitu mempersekutukan yang lain dengan Allah. Kesalahan yang ini
tidaklah cukup dengan minta ampun saja, bahkan mesti minta taubat. Sebab syirik
adalah urat-tunggang dari sekalian dosa. Taubat artinya kembali. Yaitu kembali
kepada jalan yang benar.
Kata قريب itu mengisyaratkan bahwa tidak perlu berteriak
mengeraskan suara ketika berdoa, sebagaimana firman Allah :
(#qãã÷$# öNä3/u %Yæ|Øn@ ºpuøÿäzur 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úïÏtF÷èßJø9$# ÇÎÎÈ
55. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas[549].
Kata (مجيب)
terambil dari kata (أجاب). Kata Mujib adalah
pelaku jawaban itu/yang menjawab. Sementara ulama berpendapat bahwa kata ini
pada mulanya berarti memotong seakan-akan yang memperkenankan
permohonan, memotong permohonan dan menghentikannya dengan jalan mengabulkan,
demikian juga yang menjawab pertanyaan, memotong pertanyaan dengan jawabannya.
Kata ini hanya ditemukan sekali dalam al-Qur’an yaitu pada ayat ini, dan sekali
juga dalam bentuk jamak mujibun (QS. ash-Shaffat [37]: 75).
Allah Mujib menurut Imam Ghazali adalah
Dia yang menyambut permintaan para peminta dengan memberikan bantuan, doa yang
berdoa dengan mengabulkannya, permohonan yang terpaksa dengan kecukupan bahkan
memberi sebelum dimintai dan melimpahkan anugerah sebelum dimohonkan. Ini hanya
dapat dilakukan oleh Allah, karena hanya Dia yang mengetahui kebutuhan dan hajat setiap makhluk sebelum
permohonan mereka.[5]
B.
Tafsir Surat Luqman ayat 20
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ wur Wèd wur 5=»tGÏ. 9ÏZB ÇËÉÈ
20. tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada
yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan
tanpa kitab yang memberi penerangan.
Wahai
hamba-hamba Allah, apakah kalian tidak memperhatikan bahwa Allah telah
menundukkan matahari, bulan, bintang, planet, awan, dan sebagainya yang ada di
langit bagi kalian? Allah juga menundukkan hewan, tumbuh-tumbuhan, air dan lain
sebagainya yang ada di permulaan bumi untuk kalian. Selain itu, Dia meliputi
kalian dengan berbagai pertolongan-Nya yang besar dan nikmat-Nya yang banyak,
seperti kedamaian, kesehatan, keturunan, harta, dan keamanaan serta nikmat
lahir pada anggota badan dan nikmat batin pada hati dan akal.[6]
Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan sekarang ini sinar matahari pun telah dapat diambil
faedahnya buat memasak. Bertambah tinggi kecerdasan manusia, sehingga ruang
angkasa telah dapat pula diambil faedahnya untuk terbang jauh, penghubung yang
lebih cepat di zaman sekarang di antara benua dan benua, sehingga dunia sudah
dapat dikelilingi dalam dua hari. Dan bumi sendiri pun telah banyak diambil
faedahnya, dia pun ditundukkan Tuhan kepada manusia. Padahal manusia hanya
penumpang di bumi. Alat penundukkan itulah yang dianugerahkan Tuhan yaitu akal.
Dengan akal manusia menyelidiki rahasia alam sampai manusia tahu. Itulah ilmu.
Timbullah teknik, timbullah alat-alat hasil fikiran manusia yang menakjubkan.
Kesimpulan,
sesungguhnya Allah swt. telah mengingatkan makhluk-Nya kepada semua apa yang
dapat dijadikan sebagai nikmat oleh mereka di dunia dan di akhirat. Untuk itu
Dia menundukkan buat mereka semua apa yang ada di langit dan semua apa yang ada
di bumi; dan Dia telah menyempurnakan semua nikmat-Nya baik yang lahir maupun
yang batin, maka Dia mengutus rasul-rasul, dan menurunkan kitab-kitab serta
melenyapkan semua kekeliruan dan hal-hal yang tidak benar.
Telah
diriwayatkan, bahwasanya Nabi saw. telah bersabda kepada Ibnu Abbas ra. yang
telah bertanya kepadanya tentang ayat ini:
الظاهرة : الاسلام وما حسن من خلقك, والباطنة :
ما ستر عليك من سيء عملك.
Azh-Zhahirah,
artinya Islamdan semua yang baik dari akhlakmu. Al-Bathinah, artinya,
semua apa yang diampuni darimu berupa amal burukmu.
Menurut
pendapat yang lain mengatakan, bahwa
nikmat yang lahir itu ialah kesehatan dan kesempurnaan akhlak, sedangkan nikmat
yang batin ialah pengetahuan dan akal. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi
mengatakan, bahwa nikmat yang lahir ialah semua nikmat yang dapat terlihat oleh
mata, seperti harta benda, kedudukan, keindahan, dan mendapat taufik untuk
mengerjakan ketaatan. Sedangkan nikmat yang batin ialah, pengetahuan tentang
Allah yang terdapat di dalam diri seseorang; keyakinan yang baik, dan apa yang
dapat dijadikan oleh seorang hamba untuk menolak malapetaka dan musibah dari
dirinya.
Dalam
kitab Tafsir Jalalain disebutkan :
(ألم تروا)
تعلموا يا مخاطبين (أن الله سخر لكم ما في السماوات) من الشمس والقمر والنجوم
لتنتفعوا بها (وما في الارض) من الثمار والانهار والدواب (وأسبغ) أوسع وأتم (عليكم
نعمه ظاهرة) وهى حسن الصورة وتسوية الاعضاء وغير دلك (وباطنة) هي المعرفة وغيرها
(ومن الناس) أى أهل مكة (من يجادل في الله بغيرعلم ولاهدى) من رسول (ولا كتاب
منير) أنزله الله بل بالتقليد
Kata
(أسبغ)
terambil dari kata (سبغ)
yang pada mulanya berarti sempurna dan luas. Yang dimaksud di
sini adalah nikmat-nikmat yang pada hakikatnya sangat luas mencukupi bahkan
melimpah melebihi apa yang dibutuhkan manusia, jika mereka mau menggunakannya
secara adil dan benar. Memang, boleh jadi kini terasa bahawa nikamt Allah
terbatas, tetapi sebab utamanya adalah kepincangan distribusinya serta
penggunaanya secara tidak benar.[7]
Terdapat
perbedaan qira’at dalam membaca ayat وباطنة عليكم نعمه ظاهرة وأسبغ “Dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin.” Sebagian ahli qira’at Makkah dan mayoritas ahli qira’at Kufah
membaca نعمة وأسبغ dalam bentuk tunggal. Menurut meraka, maknanya
adalah Islam, atau kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah.
Mayoritas
ahli qira’at Madinah dan Basrah membaca نعمه dalam bentuk jamak. Menurut mereka, makna ayat
ini adalah berbagai karunia Allah yang ada di kangit dan di bumi, yang telah
dia tundukkan bagi para hamba-Nya. Mereka berdalil atas ke-shahih-an qira’at
ini dengan firman Allah, شاكرا لأنعمه
“(Lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah.” (QS. An-Nahl [16]: 121). Mereka berkata, “Ini
adalah karunia Allah dalam bentuk jamak.”
Kedua
qira’at ini telah masyhur dibaca oleh para ahli qira’at di
berbagai negeri, dan maknanya pun saling mendekati. Itu karena adakalanya
nikmat Allah mengandung makna tunggal dan jamak, dan terkadang pula dalam
bentuk jamak terkadung makna tunggal.
Allah berfirman, !$ydqÝÁøtéB w «!$# |MyJ÷èÏR (#rãès? bÎ)ur “Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (QS.
Ibrahim [14]: 34) sebagaimana diketahui bersama bahwa maksud ayat ini bukanlah
satu nikmat. Dalam ayat lain Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 121. Allah
menyebutnya dalam bentuk jamak. Oleh sebab iu, kedua qira’at tersebut sama-sama
benar.[8]
(ومن الناس من
يجادل في الله بغيرعلم ولاهدى ولا كتاب منير) masih ada segolongan manusia yang membantah tentang
keesaan Allah dari sifat-sifat-Nya, seperti An-Nadhr ibnu ‘I-Harits dan Ubay
ibnu Khalaf. Keduanya membantah Nabi saw. tentang hal tersebut tanpa
pengetahuan yang masuk di akal dan tanpa pegangan dari hujjah yang benar, serta
tanpa Kitab yang diturunkan, yang mengukuhkan kebenaran dari apa yang mereka
duga.
Selanjutnya
Allah menjelaskan, bahwa orang-orang seperti mereka sudah tidak dapat
diharapkan lagi untuk mau beriman, karena sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang kebodohan mereka telah mencapai puncaknya; mereka menyerah
bulat-bulat taklid dan sama sekali tidak mau memakai dalil, sekalipun dalil itu
nampak terang dan jelas di mata mereka. Untuk itu Allah berfirman :
وإذا قيل لهم اتبعوا ماأنزل الله قالوا بل نتبع
ماوجدنا عليه آباءنا
Apabila
dikatakan kepada orang-orang yang membantah lagi ingkar kepada keesaan Allah
itu, ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Rasul-rasul-Nya
berupa syari’at. Maka mereka tidak dapat menemukan jawaban selain dari
perkataan mereka, yaitu, Sesungguhnya kami mengikuti agama yang kami temukan
bapak-bapak kami menjalankannya, karena mereka adalah orang-orang yang memiliki
kebenaran dan agama yang benar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Surat Hud ayat 61 menerangkan tentang kisah Nabi Shalih
dan kaumnya, dan ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari
bumi.
b.
Surat Luqman ayat 20 menjelaskan tentang betapa besarnya
nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, Allah telah menundukkan semua
perkara yang ada di langit maupun di bumi.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang
dapat kami sampaikan, pemakalah menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat pemakalah harapkan guna
memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kamil,
Syaikh Naharir. Tanpa Tahun. Tafsir Ruhul Bayan. Jakarta: Darul Fikr
Al-Mahalli , Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin
Abdurrahman bin Abi Bakr As-Syuyuti. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Bandung:
Syarkatul Ma’arif
Al-Maragi
,Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al-Maragi juz 12. Semarang: PT. Karya Toha Putra
. Tafsir Al-Maragi juz 22, Semarang: PT. Karya Toha Putra
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. 2009. Tafsir
Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam
Hamka.1993.
Tafsir Al-Azhar jilid 8. Singapura: Pustaka Nasional
Tim Qisthi Press, 2008. At tafsiru al-Muyassaru. Jakarta:
Qisthi Press
[3] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, diterjemahkan oleh Bahrun
Abubakar. Lc., Drs. Hery Noer aly, dan K. Ansori Umar Sitanggal dari “Tafsir
Al-Maragi:, Juz 12, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), Cet. II
[8] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari,
diterjemahkan oleh Ahsan Askan, yusuf Hamdani dan Abdush-Shamad, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), hlm.781