Kamis, 09 Maret 2017

Hadits_MEMPERERAT UKHUWAH ISLAMIYAH



MEMPERERAT UKHUWAH ISLAMIYAH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits
Dosen Pengampu:

download.jpg

Disusun oleh:
1. Musthalihah                      (133511087)
2. Marisa Labiq Al Zuhri      (133511095)
3. Atirotul Wardah               (1403026060)
4. Aizzatin Habibah  (1403026069)
5. Fita Wahyu Rosyidah       (1403026070)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO SEMARANG
2015
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain, tidak bisa hidp sendiri atau seorang diri, Manusia saling membuthkan antar ssama untuk mmenuhi kperluan dan meningkatkan taraf hidupnya. Apalagi jika manusia itu muslim maka di wajibkan untuk menjalin tali persaudaraan dengan muslim lainya. Bahkan islam itu mengibaratkan pesaudaraan dan tali persaudaraan ibarat sutu tubuh atau suatu bangunan, di mana jika dari salah satu anggota tubuh atau tiang penyangga itu kuat, maka akan kuat seluruhnya.
Persaudaraan ini alam islam di sebut juga ukhuwah islamiyyah. Dengan adanya ukhuwah islamiyyah ini sesama muslim akan selalu tolung menolong, tidak ada kedengkian, hasud,  dan hal-hal yang menyakiti sesama Muslim. Dalam hadist sudah banyak di sebutkan banyak tentang hak-hak dan kewajiban antara sesama muslim, dan dalam makalah ini akan membahas beberapa hadis yang berkaitan dengan mempererat ukhuwah islamiyyah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ukhuwah islamiyah?
2.      Apa saja hadist tentang mempererat ukhuwah islamiyyah?
3.      Bagaimana penjelasan dari hadist-hadist tersebut?
4.      Apa upaya dalam meningkatkan ukhuwah islamiyah?



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian ukhuwah islamiyyah
Secara Bahasa Ukhuwah Islamiyah berarti Persaudaraan Islam. Sedangkan secara istilah adalah kekuatan iman dan spiritual yang di karuniakan Allah kepada hambaNya yang beriman dan bertaqwa yang menumbuhkan perasaan kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap saudara seakidah.
Dengan berukhuwah ini akan timbul sikap saling menolong, saling pengertian, dan tidak mendzalimi orang lain. Karena yang penting dalam islam adalah tolong menolong dan tiak saling membenci, menghina ataupun mengejek. Perbuatan yang tidak baik antar sesama muslim bisa membuat rapuhnya kekuatan islam.[1]
Hal ini juga terapat pada surat Hujurat ayat 10 yang artinya :
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
B.     Hadist tentang ukhuwah islamiyyah
1.      Hadist Ibn Umar tentang orang Muslim itu bersaudara
عن عبدالله بن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال المسلم
 أخو المسلم لا يضلمه ولا يسلمه و من كان في حاجة أخيه كان الله في حاججته
 (أخرجه البخاري في كتاب الاكراه)
Dari Abdullah ibn ‘Umar ra: menegaskan (bahwa) Rasulullah SAW. Bersaba: “ Orang islam itu saudara orang islam.(Karenanya) jangan orang islam menganiaya saudaranya dan jangan membakannya tersiksa. Barang siapa yang berusaha memenui hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barang siapa yang melepaskan kesulitan orang islam, niscaya Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitan di hari qiyamat dan siapa yang menutup ‘aibnya seorang islam, niscaya Allah menutupinya pada hari qiyamat”.
2.      Hadist Ibn Mas’ud tentang larangan memaki dan membunuh Muslim
عن عبدالله  مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم سباب المسلم فسوق
 و قتاله كفر (أخرجه البخاري في كتاب الاداب)
Di riwayatkan dari abdullah Mas’ud bahwa Nabi SAW bersabda:“ mencela seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran”.[2]
3.      Hadist Abu Musa tentang mukmin itu ibarat bangunan
عن ابي موسي عن النبي ص م قال ان المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا وشبك اصابعه (اخرجه البخاري في كتاب الصلاة)
Artinya :
Sesungguhnya mukmin satu dengan mukmin lainnya itu ibarat suatu bangunan satu bagian memperkuat bagian lainnya. Dan beliau menyelipkan jari-jari di satu tangan dengan tangan yang lainnya.” ( HR. Bukhari )

4.      Hadits Abu Hurairah tentang kewajiban Muslim terhadap Muslim lain.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولُ اللهِ قَالَ إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَاعَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ * (أخرجه مسلم في كتاب السلام)[3]
Artinya: “Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda kewajiban seorang muslim kepada sesama muslim lainnya ada enam. Lalu berkata, apa saja wahai Rasulullah. Rasulullah berkata: jika bertemu berilah salam kepadanya, jika dia mengundang maka datangilah, jika dia minta nasihat maka nasihatilah, jika dia bersin kemudian memuji kepada Allah maka doakanlah “Yarhamukallah”, jika dia sakit maka tengoklah, dan jika dia mati maka antarlah jenazahnya.”(H.R. Muslim dalam kitab salam).[4]
C.     Penjelasan Hadist
1.      Hadist Ibn Umar tentang orang Muslim itu bersaudara
Hadits ini disamping menegaskan ukhuwah islamiyah, juga menerangkan faktor-faktornya. Yang dikehendaki ukhuwah islamiyah ialah teguhnya perhubungan antara orang islam dengan orang islam lainnya yang berpateri dengan cinta kasih, tolong-menolong, saling mengusahakan kebajikan dan menolak segala macam kebinasaan.[5]
Di antara faktor-faktor untuk merealisir terwujudnya ukhuwah islamiyah yang sebagaimana dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW. Yaitu:
a.    Larangan orang islam berbuat zalim terhadap saudaranya. Yakkni mengurangi hak-haknya, baik hak-hak yang berhubungan dengan jiwa, harta maupun kehormatannya. Demikian juga islam melarang seseorang berbuat cidera dan membiarkan saudaranya dalam keadaan yang membahayakan.
b.      Perintah menciptakan kemaslahatan bersama, baik dalam bidang perekonomian maupun dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Segala waktu, ternaga an pikiran yang telah dicurahkan untuk menciptakan kemaslahatan bersama, sekalipun tidak seberapa, akan tetapi dinilai sebagai kebajikan yang besar sekali disisi Allah.
c.       Menghindarkan malapetaka yang menimpa kehidupan umat islam bersama. Oleh karena itu diketahui atau didengar bahwa saudaranya terserang bahaya kelaparan, terlanda banjir ataupn tertimpa bencana alam yang lain, hendaknya disokong dengan harta bendanya sendiri atau diusahakan dana dari para dermawan untuk melepaskan penderitaan tersebut, atau sekurang-kurangnya meringankan beban penderitaanya. Sebagai imbangan dari usahanya, ia akan dibebaskan dari kedahsyatan malapetaka dari hari qiamat. Malapetaka itu tidak dapat ditanggulangi dengan harta kekayaan ataupun oleh anaknya sendiri. Ia hanya dapat ditanggulangi dengan pertolongan-pertolongan yang telah ditanam sewaktu hidup di dunia.
d.    Menutupi kesalahan saudaranya  yang dapat mencemarkan nama baiknya. Maksudnya ialah tidak menyiarkan kepada orang banyak kesalahan-kesalahan yang menodai nama baik seseorang.
Yang dimaksud dengan “ Tuhan menutupi orang yang menutup ‘aib saudaranya “ ialah tidak memberi siksa. Sebaliknya Tuhan akan memberikan siksa yang pedih kepada orang-orang yang gemar menyiarkan ‘aib saudaranya, baik di dunia maupun di akhirat. [6]
Firman beliau:
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
Ketika ada Seorang muslim lain disakiti. Kita harus melindunginya, menghibur dan membantunya jangan sampai menghina dan mengejeknya. Kita juga harus bergaul dengan orang miskin dan anak yatim, harus hormat terhadap mereka dan berlapang dada kalau mereka bertindak kasar kepadanya. Dan Jika mereka marah kita tidak boleh memutuskan hubungan, karena Kewajiban seorang muslim untuk untuk tetap saling bersaudara.
2.      Hadist Ibn Mas’ud tentang larangan memaki dan membunuh Muslim
Memaki atau mengumpat muslim lain adalah membuat aib dan mecoreng kehormatan, karena itu, memperkatakan dengan cara menyinggung perasaan, menyakiti hati orang lain adalah suatu kelemahan dan sekaligus kefasikan diri, lebih-lebih hingga membunuh seorang Muslim atau sesama muslim yang bermakna suatu kekufuran. [7]
Firman Allah alam QS. Al-Ahzab ayat 58:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
“ Mencela seorang muslim” yakni mencaci makinya. Ialah membicarakan kehormatan seorang muslim dengan sesuatu yang menampakan aibnya.
“ Kefasikan” yakni keluar dari ketaatan kepada Allah.
“Membunuhnya” yakni berusaha membunuh atau mengenyahkanya.
Maksud kekafiran atau kekufuran ini bukan murtad, melainkan mengingkari hak-hak muslimin. Sebab Allah menjadikan mereka bersaudara dan memerintahkan agar saling mendamaikan di antara mereka. Rasulullah  melarang mereka bercerai berai dan bertikai. Maka belliau mengabarkan bahwa orang yang melakukan tindakan terlarang itu ia telah mengingkari hak saudaranya yang muslim.
Melalui hadist ini , Rasulullah menginginkan serang muslim yang sempurna menjauhi pertikaian, saling membenci, perpecahan dan caci maki, menghindari kata-kata buruk dan gurauan yang kasar, serta meninggalkan pertengkaran, dan permusuhan, beliau mengajak kepada persatuan, ucapan yang baik, kasih sayang dan cinta yang produktif dan menghasilkan kebaikan.[8]
Komunitas mukmin haruslah bersedia saling tolong menolong, saling membela, saling mendukung dan saling memperkuat dalam menghadapi segala kemaslahatan, baik yang bersifat lokal dan interlokal. Demikian pula kaum muslimin ketika tangan mereka saling merapat, kemampuan mereka saling membantu, jiwa mereka saling mencintai, masyarakat mereka saling mengikat, maka mereka bertambah kuat dan akan menciptakan kemuliaan yang megah.
3.      Hadist Abu Musa tentang mukmin itu ibarat bangunan
Salah satu bentuk dari ukhuwah islamiyah adalah saling menyayangi satu sama lain. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengilustrasikan bagaimana gambaran ukhuwah islamiyah itu. Seperti perumpamaan yang ada dalam hadist tersebut. Rasulullah memisalkan mukmin satu dengan yang lainnya itu seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lainnya. [9]
Persaudaraan karena Islam ( ukhuwah Islamiyah ) atau persaudaraan karena Allah memunculkan banyak keistimewaan dan keutamaan, pahala, serta berpengaruh positif pada hubungan sosial. Diantara keutamaannya yaitu :
a.         Kelak di hari kiamat mereka memiliki kedudukan yang mulia yang dicemburui oleh para syuhada, wajah-wajah mereka bagaikan cahaya di atas cahaya.
b.        Kelak di hari kiamat mereka akan mendapatkan naungan dari Allah yang tidak ada naungan kecuali padaNya.
c.         Orang yang saling mencintai karena Allah mendapatkan kecintaan Allah.
d.        Mereka merasakan manisnya iman.
e.         Mereka di jamin sebagai ahli surga di akhirat kelak.
f.          Bersaudara karena Allah adalah amal mulia yang mendekatkan hamba kepada Allah.
g.         Semua dosa-dosa mereka diampuni.
Selain keutamaan, ada juga kedudukan ukhuwah dalam Islam. Diantaranya:
a.         Ukhuwah Ilamiyah adalah ikmat Allah, cahaya rabbani yang Allah persembahkan untuk hambaNya yang ikhlas dan pilihan.
b.        Ukhuwah adalah pemberian Allah.
c.         Ukhuwah adalah kelembutan, cinta dan kasih sayang.
d.        Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh.
e.         Ukhuwah tidak bisa dibeli dengan uang atau sekedar kata-kata.
f.          Ukhuwah Ilamiyah diikat dengan iman dan taqwa, artinya mukmin itu bersaudara dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan.
Tuntunan Rasulullah agar terpelihara ukhuwah Islamiyah yaitu dengan menghindari sedikitnya enam perkara, yaitu :
a.         Memperolok-olok, baik antar individu ataupun kelompok.
b.        Mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan.
c.         Memanggil orang lain dengan pnggilan gelar-gelar yang tidak disukai.
d.        Berburuk sangka.
e.         Mencari-cari kesalahan orang lain.
f.          Bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang apabila diketahui tentu ia tidak menyukainya. [10]
4.      Hadits Abu Hurairah tentang kewajiban Muslim terhadap Muslim lain.
Dari hadis tersebut, dapat diketahui bahwa kewajiban muslim terhadap muslim lain antara lain:
a.       Mengucapkan dan menjawab salam
Menurut Imam ibnu Abdul Bari mengawali salam itu sunah dan menjawab salam hukumnya wajib. Menebarkan salam kepada orang yang dikenal atau tidak, akan menumbuhkan rasa cinta atau sayang sesama muslim. Kata السلام itu merupakan bagian dari asma Allah SWT, ketika kita mengucapkan السلام عليكم  itu berarti “semoga engkau dalam bimbingan Allah”. Adapun ucapan salam yang sempurna adalah السلام عليكم ورحمة الله وبركاته .
b.      Memenuhi undangan
Memenuhi undangan itu wajib pada setiap undangan, namun ulama merinci atau menkhususkan pada undangan walimah dan sejenisnya saja. Apabila mendapat dua undangan dalam waktu yang sama, undangan yang pertama diterima wajib untuk dipenuhi sedangkan yang kedua sunah untuk dipenuhi.
c.        Memberi nasihat ketika diminta
Memberi nasihat diperbolehkan selama masih dalam batas amar ma’ruf nahi mungkar dan nasihat itu tidak boleh menjerumuskan kepada hal-hal yang negatif.
d.      Mendoakan apabila bersin
Etika orang yang bersin adalah menutup hidung dan memelankan suaranya. Ketika ada muslim laki-laki yang bersin dan mengucap hamdalah maka orang yang mendengarnya sunah menjawab يَرْحَمُكَ اللَه. Jika perempuan, يَرْحَمُكِ اللّه. Kemudian orang yang bersin tadi mengucapkan yahdikumullah. Kemudian malaikat juga ikut mendoakan dengan mengucap رَحِمَكُ اللّه atau رَحِمَكِ اللّه. Apabila orang yang bersin tidak mengucapkan hamdalah maka makruh untuk menjawabnya.
e.       Menengoknya apabila sakit
Menjenguk orang sakit hukumnya sunah. Maka jika seorang muslim mendengar salah satu dari mereka sakit maka jenguklah untuk mengetahui bagaimana keadaannya dan untuk menghiburnya serta mendoakan untuk kesembuhannya.
f.        Berta’ziyah ketika ada yang meninggal dunia
Dalam ajaran agama Islam ketika ada seorang muslim meninggal dunia hendaknya mengucapkan أِنَّا للّهِ وَأِنَّا أِلَيْهِ رَا جِعُوْ ن dan berkunjung (ta’ziyah) untuk menyatakan duka cita kepada keluarga yang ditinggalkan serta mengurangi beban yang ditinggalkan dengan menghiburnya bahwa segala sesuatu akan kembali kepada sang pencipta, Allah SWT.

Menurut Imam al-Ghazali hak-hak sesama muslim adalah memberikan salam kepadanya jika ia bertemu, menyukai apa yang disukai orang-orang mu’min sebagaimana ia menyukai apa yang ia sukai, dan membenci apa yang dibenci orang-orang mu’min, tidak menyakiti salah seorang dari kaum muslimin dengan perbuatan ataupun perkataan, bersikap tawadhu kepada setiap muslim dan tidak sombong, tidak menyampaikan berita (gunjingan) kepada sebagian yang lain tentang  apa yang didengarnya dari sebagian yang lain,  kalau ia marah kepada orang yang dikenalnya maka ia tidak boleh menghindarinya lebih tiga hari.
Di dalam ajaran agama Islam menyeru dan mengajak kaum muslimin untuk melakukan pergaulan diantara kaum muslimin. Dengan adanya pergaulan diantara kaum muslimin maka dapat saling berhubungan dan mengadakan pendekatan agar dapat mencapai kemaslahatan masyarakat yang adil dan makmur dalam membina masyarakat yang berakhlaqul karimah sesuai dengan tuntunan yang ada di dalam ajaran agama Islam.
D.     Upaya Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Ukhuwah Islamiyah, yaitu:
1.      Ta’aruf (saling mengenal)
Dengan adanya interaksi satu dengan yang lain akan dapat lebih mengenal karakter individu. Perkenalan meliputi penampilan fisik (Jasadiyyan) pengenalan pemikiran (Fikriyyan), mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Setiap manusia tentunya punya keunikan dan kekhasan sendiri yang mempengaruhi kejiwaannya. Proses Ukhuwah Islamiyah akan terganggu apabila tidak mengenal karakter kejiwaan ini.


2.      Tafahum (saling memahami)
Maksudnya saling memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing. Sehingga segala macam kesalahpahaman dapat dihindari.
3.      At-Ta’awun (saling tolong menolong)
Dalam hal ini, dimana yang kuat menolong yang lemah dan yang mempunyai kelebihan menolong yang kekurangan. Sehingga dengan adanya konsep ini maka kerjasama akan tercipta dengan baik dan saling menguntungkan sesuai fungsi dan kemampuan masing-masing.
4.      Takaful (saling menanggung/senasib sepenanggungan/ saling memberi jaminan)
Dengan adanya tafakul akan menumbuhkan rasa aman, tidak ada rasa khawatir dan kecemasan untuk menghadapi kehidupan, karena merasa bahwa saudara sesama muslim tentu tidak akan tinggal diam ketika saudara muslim lainya sedang dalam kesusahan. 
Dengan empat sendi persaudaraan tesebut umat islam akan saling mencintai dan bahu membahu serta tolong menolong dalam menjalani dan menghadapi tantangan kehidupan, bahkan mereka sudah seperti satu batang tubuh yang masing-masing bagian tubuh akan ikut merasakan penderitaan bagian tubuh lainnya.
Dengan adanya Ukhuwah Islamiyah. Kita akan merasakan kehidupan bermasyarakat yang lebih harmonis, karena perbedaan yang ada tidak akan menimbulkan pertentangan dan permasalahan, justru akan menjadikan kehidupan kita semakin indah. Selain itu, tingkat kesenjangan sosial yang ada di dalam masyarakat juga akan terkikis dengan sendirinya. Hal ini karena adanya semangat Ukhuwah Islamiyah yang menyatukan segala perbedaan yang ada.








BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, ukhuwah islamiyah sangatlah penting. Karena dengan adanya ukhuwah islamiyah, agama Islam yang lemah akan menjadi kuat karena adanya persatuan dan persaudaraan. Islam tidak akan mudah dihancurkan dan dengan adanya ukhuwah islamiyah akan timbul sikap saling menolong, saling pengertian, dan tidak mendzalimi orang lain. Karena yang penting dalam islam adalah tolong menolong dan tiak saling membenci, menghina ataupun mengejek. Perbuatan yang tidak baik antar sesama muslim bisa membuat rapuhnya kekuatan islam.
B.       Saran
Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme dari pembaca yang mengimplementasikan isi makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan saran kritik konstruktif kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.



[1] Hafidz Al-Mundzir, Terjemah At Targhib Wa At Tarhib, terj. Mahfudli Sahli, (Jakarta, Pustaka Amani, 1995), hlm. 137-138
[2] ahmad sunarto dkk, Shahih bukhari, (semarang, Asy-Syifa, 1993), hlm. 52
[3]Muslim bin al-Hijij Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim Juz II (Bandung: Dahlan, t.th.), hlm. 266.
[4]Imam Muhammad Ibn Kholifah Wasyatani al Ubiy dan Imam Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yusuf al-Sanusi Hasan, Sahih Muslim, Ikamlul Ikmal al Mu’lim Juz VII (Beirut: Darul Kitab al Ilmiyah, 1994), hlm. 325-326.
[5] Fathurrahman, Al-haditsun Nabawi, (Jogja, Menara kudus, 1982), hlm. 192
[6] Fathurrahman, Al-haditsun Nabawi, .................., hlm. 193
[7] Salim Bahreij, Tarjamah Riyadhus Sholikhin, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1983), hlm. 449
[8]Ahmad bin muhammad Al-qasthalani, Syarah Shahih bukhari  Penjelasan 817 hadits pilihan dalam shahih al-bukhari , (Solo: Zam Zam, 2014), hlm. 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar